Kamis, 30 Oktober 2008

Langkah Kuda PKS


Rahman Andi Mangussara

Tidak ada yang berani memakai Bung Karno sebagai simbol perjuangan, selain partai-partai yang berhaluan nasionalis. Tapi ini, partai yang berasaskan Islam, berani mengambil simbol itu.

Ada foto tokoh Islam terkenal Ahmad Dahlan. Lalu disusul dengan foto Bung Karno dengan slogannya: saya budak untuk rakyatku. Itulah iklan tv yang saya lihat beberapa hari terakhir ini. Menurut Anda, kira-kira iklan ini milik siapa? Tepat sekali, Anda sama dengan saya. Ketika pertama kali melihatnya, saya menduga ini adalah iklan LSM atau iklan pemerintah atau iklan partai politik yang berhaluan nasionalis. Nyatanya saya salah. Ini adalah iklan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam menyambut 80 tahun Sumpah Pemuda.

Bung Karno, selama ini, adalah ikon kaum nasionalis, terutama PDI-P. Tidak ada yang berani memakai Bung Karno sebagai simbol perjuangan, selain partai-partai yang berhaluan nasionalis. Tapi ini, partai yang berasaskan Islam, berani mengambil simbol itu.

Apakah yang ingin dicapai PKS dengan iklan ini? Sulit untuk menghindari kesimpulan ini: PKS ingin mengambil hati pemilih nasionalis, dan itu sejak beberapa waktu terakhir ini, PKS memang mencoba merapat dengan kalangan nasional, minimal dengan PDI-P. PKS tampaknya ingin menggabungkan dua golongan yang paling berpengaruh dalam politik Indonesia: Islam dan nasionalis.

Partai ini kentara sekali ingin memperlebar basis pemilihnya dan keluar dari stigma sebagai partai Islam yang eksklusif. Contoh lain yang mendukung kesimpulan ini adalah pelaksanaan dialog kebudayaan dalam menyambut 80 tahun Sumpah Pemuda yang mengundang penyanyi papan atas: Ahmad Dhani dari Dewa, Giring dari Nidji, dan Kikan dari Coklat. PKS seperti ingin memberi kesan bahwa lagu pop juga akrab di telinga partai Islam ini.

Dalam kunjungan Presiden PKS Tifatul Sembiring dan sejumlah pejabat partai ini ke redaksi Liputan 6 SCTV beberapa waktu lalu, saya menangkap kesan partai ini memang ingin sekali mengembangkan citra baru sebagai partai inklusif.

Tapi apa yang dilakukan PKS ini bukannya tanpa risiko. Partai ini bisa ditinggal pemilih fanatiknya yang masih memandang orang luar sebagai bukan angggota kelompok atau masih sulit untuk melihat partainya terlalu ngepop. Pemilu akan membuktikan apakah langkah yang bisa disebut sebagai langkah kuda ini memberikan sumbangan berarti pada perolehan suara kelak.

Sumber: Liputan 6 SCTV

Tidak ada komentar: