Sabtu, 25 Oktober 2008
Saatnya PKS Sibak 'Misteri' Capres
R Ferdian Andi R
Jakarta – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mulai menelisik calon presiden yang akan diusung pada Pilpres 2009. Sejumlah syarat dipatok. Kemungkinan, PKS bakal mengusung calon dari kalangan internal sendiri.
PKS mulai bergeliat menentukan calon pemimpin Indonesia 2009. Melalui Majelis Syura yang beranggotakan 99 orang, PKS juga bakal menentukan arah koalisi dalam pemilu yang bakal dimulai lima bulan lagi.
Menurut Presiden PKS, Tifatul Sembiring, Majelis Syrura bakal membedah figur capres-wapres yang kini beredar, termasuk menentukan koalisi PKS dengan siapa dalam Pemilu 2009 mendatang. “Majelis Syura akan menentukan siapa capres-wapres, termasuk PKS harus berkoalisi dengan siapa,” ujarnya kepada INILAH.COM, Jumat (24/10) di Jakarta.
Syarat yang diterapkan PKS dalam mencari capres-wapres normatif. Tapi, cukup sulit mencarinya. Figur itu harus memiliki jejak rekam moral yang baik, visioner, dan berani mengambil kebijakan. “Selain itu, loyal terhadap tugas-tugasnya serta memiliki kemampuan komunikasi yang bagus,” jelas Tifatul.
Syarat-syarat yang akan memuluskan Hidayat Nur Wahid, Ketua MPR yang juga bekas Presiden PKS? Tifatul tak tegas menjawabnya. “Majelis Syuro rasional melihat nama-nama yang beredar. Kemungkinan besar berasal dari internal partai. Nantinya kita akan bicarakan,” katanya.
Beberapa pekan ini, kabar duet pasangan Megawati Soekarnoputri dengan Hidayat Nur Wahid menguat. Hal ini sejalan dengan rencana PDI Perjuangan yang membuat rencana baru jika pinangannya tidak diterima oleh Partai Golkar. “Jika Partai Golkar tidak menerima pinangan kita, maka ada rencana berikutnya. Bisa saja koalisi dengan PKS,” beber Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP, Taufik Kiemas.
Sinyal ini tampak diterima baik oleh PKS. Menurut Tifatul, sebenarnya tak ada masalah jika PKS berkoalisi dengan PDIP. “Karena pemerintahan ke depan harus stabil, makanya koalisi nasionalis-islamis menajdi relevan,” ujarnya.
Menurut dia, saat ini semakin kabur pendefinisian partai berideologi nasionalis dan Islamis. “Bahasa kami sama dengan PDI Perjuangan. Jika PDI Perjuangan menyebut ‘marhaen’, maka kami menyebut ‘kaum dhuafa’,” cetusnya.
Padahal analis politis meragukan koalisi PKS dan PDIP dapat berjalan mulus dan rampung hingga lima tahun pemerintahan. Persoalan idelogi diyakini menjadi batu sandungan bertemunya partai yang pada dua tahun lalu saling menolak untuk koalisi tersebut.
Hermawan Sulistyo, pengamat politik LIPI, menilai secara ideologi, kedua partai tersebut memiliki kendala yang tak kecil. “PKS memperjuangkan syariat Islam, sedangkan PDI Perjuangan anti syariat Islam,” tegasnya.
Ia mengingatkan, jika pun koalisi PKS dan PDIP benar-benar terjadi, yang harus jadi pertimbangan adalah koalisi tidak sekadar mengusung capres-wapres dalam Pilpres 2009. “Tapi koalisi selama lima tahun. Maka sangat terbuka resistensi itu muncul,” kata Kiki, panggilan akrabnya.
Di samping persoalan ideologi, Hermawan menilai koalisi PKS dan PDIP secara kuantitas belum dapat menciptakan pemerintahan yang kuat. “Taruhlah PDIP pada Pemilu nanti dapat 20%, PKS 10%. Itu belum cukup kuat,” katanya.
Perihal PKS mengajukan capres-wapres dari kader sendiri, Kiki menilai hal tersebut sulit dilakukan. Dengan prediksi suara PKS hanya 10%, Kiki menegaskan, posisi PKS hanya menjadi penentu keseimbangan partai politi besar saja. “PKS belum menjadi faktor penting dalam koalisi, hanya penentu dalam keseimbangan sebuah koalisi,” bebernya.
Atas kondisi ini, Kiki menyarankan, untuk kelangsungan stabilitas koalisi, PKS dapat melakukan koalisi dengan partai berbasis Islam seperti PBB dan PPP. “Meski tidak bisa memajukan capres-wapres, tapi mampu menjadi penyeimbang partai besar,” tukasnya.
sumber:inilah.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar