Senin, 18 Mei 2009

Membaca Langkah 'Membingungkan' PKS Akhir-akhir ini



by ADMIN
---
“…wa amruhum syuro bainahum. Faidza azamta fatawakkal allallah..”

Beberapa hari dalam pekan ini media massa menyoroti hiruk pikuk arah koalisi parpol dalam pilpres yang akan digelar 8 Juli 2009. PKS sebagai partai nomor empat dengan perolehan suara 7,88 % melalui Musyawarah Majlis Syuro (MMS) XI 25-26 April 2009 telah memutuskan berkoalisi dengan SBY Demokrat. Namun, pemilihan Boediono (Gubernur Bank Indonesia) sebagai cawapres SBY yang diputuskan sepihak (tanpa melibatkan partai koalisi) telah menimbulkan arus pro-kontra yang hebat. PKS mempermasahlan dua poin: pertama, tidak dilibatkannya partai mitra koalisi dalam pengambilan keputusan yang penting (pemilihan cawapres). Kedua, pola komunikasi yang searah dan terkesan arogan dari pihak SBY dan Partai Demokrat .

Melalui pertemuan-pertemuan maraton antara PKS dan kubu SBY akhirnya PKS memutuskan untuk tetap melanjutkan koalisi dan mendukung pasangan SBY-Boediono. Mencermati arah koalisi PKS yang akhirnya mantab mendukung duet SBY Berbudi (slogan pasangan SBY-Boediono) ada beberapa catatan ‘versi pribadi’ yang bisa saya kemukakan:

PERTAMA: PKS tidak akan sembrono, ngawur, serampangan dalam membuat sebuah keputusan yang amat sangat penting menyangkut nasib bangsa lima tahun kedepan. Oleh karenanya, sebelum akhirnya memutuskan berkoalisi dengan SBY-Boediono, PKS (melalui para qiyadahnya) berupaya mengumpulkan informasi yang lengkap, komprehensif, valid dan aktual dari sumber pertama. Itu yang kita baca dari pertemuan intensif antara PKS dengan tiga utusan SBY (Hadi Utomo Ketum PD, Hatta Rajasa orang kepercayaan SBY, dan Sudi Silahi sekretaris kabinet) yang berlangsung Kamis malam (14/5). Tidak cukup data dari 3 utusan, PKS yang diwakili Hilmi Aminuddin Ketua Majlis Syuro, Tifatul Sembirng Presiden PKS dan Anis Matta Sekjen PKS bertemu langsung dengan SBY dan Boediono selama dua jam sebelum deklarasi SBY-Boediono.

Langkah qiyadah PKS ini yang membedakan dengan kita-kita. Kalau para qiyadah akan menimbang segala sesuatu dengan matang, rasional dan komprehensif, kalau kita kadang (atau sering) hanya emosional dan parsial dalam ‘melihat’ permasalahan.

Jauh sebelum memasuki Pemilu 2009, Anis Matta sang idiolog PKS sudah membingkai cara berfikir kita tentang Syuro dan kaedah-kaedahnya. Keputusan yang baik adalah keputusan yang lahir dari syuro.Jika kita berbicara tentang bagaimana menghasilkan sebuah keputusan syuro yang bermutu, sesungguhnya kita berbicara tentang bagaimana mengoptimalkan syuro, tegas Anis Matta. Syuro akan optimal dan menghasilkan keputusan yang bisa dipertanggungjawabkan apabila:

Pertama, tersedianya sumber-sumber informasi yang cukup untuk menjamin bahwa keputusan yang kita ambil dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sumber-sumber informasi itu dapat berupa sumber intelijen, pelaku peristiwa, pengamat atau pakar suatu masalah. Fakta yang akurat disertai analisis yang tepat akan memudahkan kita menyusun rencana keputusan, baik dengan pendekatan syariat maupun pendekatan dakwah. Jadi, informasi yang akurat berkorelasi positif dan kuat dengan keputusan yang tepat. Kaidah ushul fiqh mengatakan, hukum yang kita berlakukan atas sesuatu merupakan bagian dari persepsi kita tentang sesuatu itu.

Kedua, tingkat kedalaman ilmu pengetahuan yang relatif yang harus dimiliki setiap peserta syuro. Karena, kedalaman itulah yang menentukan mutu analisis, pikiran, dan gagasan yang diutarakan oleh setiap peserta syuro. Itulah sebabnya para ulama menjadikan ilmu pengetahuan sebagai salah satu syarat pada mereka yang akan diangkat menjadi anggota syuro. Sebab, itulah yang menjadikan seseorang menjadi layak untuk dimintai pendapat dalam berbagai masalah.
Selain kedalaman ilmu pengetahuan, ada faktor lain yang terkait dengan syarat ilmu.Yaitu, dominasi akal atas emosi (rajahatul ‘aql) serta sikap rasional yang konsisten. Faktor ini sangat menentukan karena inilah yang menjamin bahwa sikap-sikap emosional dan temperamental yang sebagian besarnya kontraproduktif tidak akan terjadi dalam syuro. Selama syuro merupakan proses ijtihad jama’i, maka syarat kedalaman ilmu pengetahuan merupakan keniscayaan yang menentukan mutu hasil syuro.

Ketiga, adanya tradisi ilmiah dalam perbedaan pendapat yang menjamin keragaman pendapat yang terjadi dalam syuro terkelola dengan baik. Dan pendapat-pendapat itu secara intens mengalami seleksi, penyaringan, serta integrasi yang ilmiah. Kemudian melahirkan sebuah keputusan bermutu. Keragaman yang terkelola dengan cara seperti itu niscaya akan melahirkan pikiran-pikiran baru yang biasanya sulit dibayangkan dapat lahir dari seorang individu.

Demikian urai Anis Matta dalam bukunya 'Menikmati Demokrasi'.

KEDUA: PKS dengan manuver (sebelumnya) ‘mempermasalahkan’ pemilihan Boediono sebagai cawapres SBY dimaknai sebagai upaya PKS untuk membenahi dan meluruskan ‘etika berkoalisi’ yang mulai diselewengkan oleh pihak Demokrat. Bahwa sebuah tujuan bersama tidak akan tercapai tanpa kerjasama, dan kerjasama tidak akan terwujud tanpa kesadaran bersama, dan kesadaran bersama mustahil ada manakala tidak ada tradisi syuro dalam mengambil sebuah kebijakan yang menyangkut ‘hajat hidup bangsa’.

PKS ingin menyadarkan SBY dan Demokrat bahwa koalisi bukan dibangun atas dasar bagi-bagi kursi, tapi koalisi yang solid bisa terwujud manakala ada kebersamaan. Kebersamaan dalam merancang, kebersamaan dalam melangkah dan kebersamaan dalam mempertanggungjawabkan hasil. Tidak ada yang bisa jalan sendiri. Pemimpin koalisi memang SBY dan Demokrat, tapi partai mitra koalisi tidak boleh diperlakukan seperti pelayan yang hanya sendiko dawuh tanpa dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Maka sebelum koalisi berjalan lima tahun kedepan, persoalan ‘dasar’ ini harus disadari bersama dan berkomitmen untuk berpegang teguh dengan prinsip-prinsip syuro dalam koalisi.

Melalui pertemuan ustadz Hilmi dengan SBY sebelum deklarasi di Hotel Sheraton, Bandung, SBY (dan PKS) sepakat mendasarkan koalisi pada prinsip kebersamaan dan kesetaraan, dengan komunikasi yang positif dan konstruktif.

KETIGA: PKS menyadari bahwa kekuatannya saat ini bukan sebagai leader. Namun, dukungan rakyat 7,88 % hasil 'jihad siyasi' segenap kader dan simpatisan PKS seluruh pelosok tanah air dan luar negeri tidak boleh 'disia-siakan'. Suara 7,88 % ini harus dioptimalkan untuk menebar kemaslahatan di bumi pertiwi ini dengan masuk menjadi bagian kekuasaan dan terlibat dalam perumusan dan pengambilan kebijakan yang pro-rakyat. Tidak selayaknya PKS menyia-nyiakan potensinya hanya untuk sekedar ‘pandai berteriak’ mempermasalahkan masalah (maksudnya jadi oposisi). Mempermasalahkan masalah itu mudah dan pekerjaan orang kalah, tapi yang lebih penting adalah peran untuk menawarkan solusi atas masalah bangsa yang ada. Dan rakyat (baca umat) membutuhkan uluran tangan para kader-kader PKS untuk mengentaskan problematika mereka.

Ketika Nabi saw baru datang ke kota Madinah, beliau langsung memberikan arahan solusi dengan sabdanya… “Wahai manusia, sebarkanlah salam, hubungkan silaturahim, berikan makanan, dan shalat malamlah ketika orang-orang sama tidur. Itu semua akan memasukkan kalian ke dalam sorga dengan selamat”. (Hadits Shahih diriwayatkan oleh Turmudzi).

Dalam pertemuan PKS dengan SBY sebelum deklarasi telah disepakati dan ditandatangani Kontrak Politik berupa 10 agenda prioritas pembangunan berasas kedaulatan negara dan berorientasi kemakmuran rakyat.

Oleh karenanya, sebagai kader jadilah kita part of solution bukan part of problem. Slogan ‘Al Islam huwal hal’ (Islam adalah solusi) saatnya untuk kita implemestasikan dalam dunia nyata ruang-ruang publik. Tidak sekedar enak didengar, lantang disuarakan.

Terakhir, ketika pimpinan tertinggi PKS sudah membuat sebuah keputusan maka riak-riak perbedaan kita tutup rapat dalam buku memori kita. Saatnya beramal bukan berdebat!

“Waquli’maluu fasayarallahu amalakum warasuluhu wal mu’minunn…”

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. [at-taubah 105]

Jogjakarta, 16 Mei 2009

Alfaqir ila robbihi
Sumber:pkspiyungan.blogspot.com

Tidak ada komentar: