Selasa, 25 November 2008

PKS, Partai Paling Nasionalis?


Beberapa minggu belakangan ini berita mengenai iklan PKS memenuhi media massa cetak dan elektronik, website, blog serta media komunikasi lain, mulai dari milis, sms sampai diskusi warung kopi. Iklan yang benar-benar mengguncang media massa Indonesia, terlepas itu positif atau negatif bagi PKS.

Namun demikian terlihat secara jelas pesan yang disampaikan oleh PKS melalui iklan yang dilanjutkan dengan pertemuan keluarga pahlawan itu.

Pesan-pesan tersebut secara kuat menginduksi kesadaran kita bahwa, menghargai pendahulu bangsa ini, betapapun buruknya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya.

Tidak harus kita memuja dan memuji pahlawan setinggi langit dan meletakkannya setingkat santa atau manusia suci. Karena kita harus sadar betul, bahwa banyak sekali orang-orang yang telah berjasa besar dalam memajukan bangsa ini tidak terlepas dari semua keburukannya.

Kesediaan untuk mengakui jasa dan kebaikan pendahulu akan memunculkan sifat positif, bahwa bangsa ini akan maju jika kita bersedia menghargai usaha anak-anak bangsa dari generasi ke generasi.

Kita sebagai generasi penerus memang sudah seharusnya untuk menghargai jasa-jasa besar generasi sebelumnya, tanpa terjebak dengan kesalahan yang pernah dilakukannya.

Nilai-nilai dan jasa baik pendahulu kita seharusnya kita kenang dan kita teruskan bahkan kita tingkatkan. Sedangkan keburukan-keburukannya kita reduksi dari ingatan dan biarlah menjadi catatan sejarah yang tidak akan kita ulangi.

Sikap menghargai hal-hal positif di masa lalu akan lebih konstruktif untuk membangkitkan motivasi seluruh komponen bangsa daripada sekadar 'sok suci' dengan memaki-maki, padahal tidak punya kontribusi kecuali hanya berupa komentar yang kontra produktif.

Jika ingin maju, maka kita harus menyatukan potensi bangsa tanpa memandang perbedaan yang ada. Kita satukan energi dan fokuskan pada hal-hal positif yang telah dilakukan oleh seluruh komponen anak bangsa.

Satu kata bertuahnya adalah rekonsiliasi. Lupakan perbedaan, lupakan kesalahan dan hal-hal yang menyakitkan. Mari bergandengan tangan, berikan kelebihan-kelebihan kita dan saling tutupi kelemahan-kelemahan yang ada.

Pesan yang tidak kalah kuatnya adalah kesan tentang kesadaran para pengurus PKS yang patriotik: Bersedia berkorban. Tidak berbicara menggunakan kata-kata tetapi tindakan.

Setelah sekian ribu atau puluh ribu aksi sosial dan penolakan terhadap korupsi, sekaligus berperan besar dalam pengungkapannya maka sekarang mereka meneriakkan jargon rekonsiliasi.

Dengan kata-kata itu pulalah PKS dihujat oleh para aktivis sebagai pengkhianat walaupun mereka yang paling bersih. Babak belur dihajar opini sebagai anti reformasi, walaupun mereka yang paling depan dalam berjuang. Dituduh menerima amplop dari Cendana dan beribu caci maki dan sumpah serapah lainnya. Tapi itu semua diterima sebagai resiko dalam memperjuangkan kebaikan bangsa.

Sikap patriotik itu jauh lebih mulia daripada pendapat-pendapat dari orang yang ingin dikesankan bersih dari Orba, padahal dalam hatinya penuh ambisi dan rasa dengki. Mereka berani dengan lantang berteriak rekonsiliasi, bahkan memelopori saat kata itu belum disadari arti pentingnya.

Mereka seakan tidak takut kehilangan suara dalam memperjuangkan kesatuan bangsa demi kejayaan Indonesia. Tidak 'jaim' demi kursi yang diincar, siap tidak populer demi bangkitnya tanah air.

Seandainya disuruh memilih tentang rasa nasionalisme partai-partai yang berlaga pada Pemilu 2009, secara fair saya harus yakini bahwa PKS adalah yang paling nasionalis, walaupun sayang sekali dasarnya menggunakan agama tertentu.

PKS masih harus meyakinkan kepada kalangan non Islam, bahwa perjuangan PKS benar-benar tulus untuk bangsa Indonesia secara keseluruhan bukan hanya untuk golongannya. Pertanyaan besarnya adalah apakah PKS serius memperjuangkan aspirasi kami?

Yacobus Meliala, y.meliala@gmail.com
sumber:inilah.com

Tidak ada komentar: