Rabu, 27 Mei 2009

Mengukur harga diri da'wah kita dalam PILPRES ini




catatan: Kami dapat tulisan ini dari kiriman email pandu langsa. Ada beberapa yang kami edit. Memang agak terlambat, sudah seminggu lebih, namun tetap hangat untuk para kader PKS.
---

Oleh Syukri Wahid [Ketua DPD PKS Balikpapan]
Assalamu alaikum wr wb
Ikhwah fillah, sekarang saya tidak sedang menulis sebuah puisi, namun ini adalah refleksi jiwa dan pikiran saya dan tulisan ini sekedar untuk turut berpartisipasi pikiran dalam menjelaskan apa yang sedang terjadi disekitar dunia da’wah, lebih khusus lagi adalah “ijtihad siyasi” partai kita.

Beberapa “kader” atau simpatisan sms ke saya atau menelpon, bahwa kurang sreg dengan “kelakuan” beberapa ustad kita, seperti ustad Fahri dan ust Anis, yang menurutnya terlalu menggebu-gebu dan terlalu merendahkan harga diri. Spontan kita ada yang mengatakan “demi harga diri kita, sudahlah tinggalkan SBY”, masih ada calon yang lain, yang lebih islami (setidaknya itu yang kelihatan dari simbol calon yang lain). Kemudian muncul beberapa gangguan ketsiqohan kita terhadap kebijakan para Qiyadah dan personal qiyadahnya. Latar belakang itulah yang mendorong saya untuk sedikit menuangkan “kegelisahan” didalam jiwa.

Maka ijinkan dari penjelasan singkat ini saya sampaikan, sebagai bagian dari cara memandang ijtihad dan ini bukanlah bayanat dari partai.

a. Karena kita ber “musyawarah”
Sebenarnya jika kita sederhanakan persoalan ini, maka apa yang membuat kita mengeluarkan kebijakan ini, maka jawabannya karena kita bermusyawarah atau syura’. Maka itu sudah cukup bagi kita yang ingin menegakkan prinsip kehidupan berjama’ah.

Arah koalisi sudah sesuai dengan keputusan Musyawarah Majlis Syuro XI PKS, sedang para asatidz yang duduk di Majlis Syuro adalah “penjelmaan” semua kader. Karena tidak mungkin semua kader rapat bersamaan disatu tempat. Bayangkan saja 1 juta kader rapat kayak apa tuh jadinya rapat. Mungkin malah tidak efektif. Maka disitulah kita menyerahkan kewajiban musyawarah kolektif kita kepada musyawarah perwakilan, yang istilah syariat “ahlu halli wal ‘aqdi”. Jadi kita semua telah menjalankan kewajiban musyawarah dengan cara “menitip” kewajiban kita tersebut kepada “wakil” kita yang bersuara di forum tersebut. Kalau dari kaltim (1 suara) adalah beliau fadhilatul ustadz Hadi Mulyadi. Mereka adalah orang yang kita pilih secara sadar karena pertimbangan- pertimbangan kualitas mereka, jumlahnya sekitar 90an orang.

Sekarang, mungkinkah para asatidz kita dalam musyawarah itu bersepakat untuk menjerusmuskan kita dalam kebathilan? mungkinkah para asatidz kita juga sepakat untuk bermaksiat dalam politik? Mengeluarkan kebijakan tanpa pertimbangan demi maslahat da’wah? Semua yang keluar pasti melewati kaidah-kaidah syariat yang ketat dan panjang.

Setidaknya yang saya sampaikan disini adalah salah satu prinsip musyarokah tersebut adalah “muhtamal roojih fauzuhuu” mengutamakan siapa yang lebih kuat peluangnya untuk menang. Kenapa harus memilih yang menang? karena memang kita pada posisi “harus memilih”. Dan yang kedua, kalau berada di pusat kekuasaan dan melakukan kebaikan didalamnya lebih utama dari pada 5 tahun kita tidak berpartisipasi untuk ummat ini. Karena kita 8 persen, maka kita harus “sadar” mencari peluang untuk masuk ke pusat kekuasaan.

Menebar keadilan melalui kompetensi kepemimpinan itu jauh lebih berharga. “Sehari kehidupan pemimpin atau penguasa yang adil lebih baik daripada ibadah seorang ‘abid selama 60 tahun” demikian hadits nabi. Para generasi salaf mengatakan, “jika kami para ulama memiliki satu doa yang pasti dijawab oleh Allah SWT, maka kami akan meminta pemimpin yang Adil”. Jadi berada di pusat kekuasaan lebih afdhal ikhwah fillah. Sebagaimana Allah SWT menceritakan “kebijakan” politik da’wah Nabiullah Yusuf as.

Nabi Yusuf as, melakukan musyarokah dengan raja Aziz di Mesir. Jangan lihat “tidak islaminya” raja Aziz saat itu, istrinya aja menggoda nabi Yusuf as. Namun lihatlah “kerajaan” yang telah memasukannya kedalam penjara tidak menyebabkan dendam dan bahkan beliau turut berpartisipasi dalam menyelamatkan Negara dan rakyat dari krisis pangan (ekonomi) berkepanjangan. Jadi berbuat kebaikan lebih diutamakan dalam semua kesempatan. Bukankah Nabi Yusuf ngotot minta jabatan “perdana menteri & keuangan” (coba lihat kisahnya di surat yusuf). Bukti bahwa telah terjadi bargaining politik antara Raja dan Yusuf as.

b. Harga diri kita sesungguhnya ada disini
Mungkin ada diantara kita yang mengatakan, wah segitukah kualitasnya harga diri partai Islam terbaik di Indonesia? Akhirnya mau juga, setelah ngotot-ngotot… setidaknya itu salah satu sms yang saya terima dari seseorang. Saya terfokus dengan kalimat harga diri. Lantas ada apa dengan harga diri kita? Apakah jatuh? Apakah hina? Apa itu semua yang antum rasakan???. Saya justru merasa bangga dan memiliki ‘izzah harga diri partai kita mulia, Allahumma amiin. Kenapa ikhwahfillah?

1. Membangun “izzah politik juga bagian dari ‘izzah da’wah
Ustad Fahri Hamsah, Ust Mahfudz siddiq dan ust Anis Matta, mengkritik pola interaksi komunikasi SBY atau Demokrat yang tidak elegan dan selalu bersifat satu arah dalam forum komunikasi koalisi, dan ini memberikan efek “pelecehan” hak dan institusi politik kita, tidak dianggaplah bahasa kasarnya.

Ikhwah fillah, saat Nabi Yusuf as didalam penjara, ketika ada dua pidana yang sedang menunggu hasil vonis Negara dan tinggal bersama satu sel dengan Nabi Yusuf, terjadilah interaksi da’wah disana. Suatu saat mereka berdua bermimpi, kemudian mereka ceritakan mimpinya itu kepada Nabi Yusuf as. Dijelaskan oleh Yusuf as tentang makna dari ta’wil mimipinya dan benar terjadi sesuai “ramalan” Nabi Yusuf atas dua orang tersebut. Maka sampailah informasi ini kepada sang raja, kemudian sang raja “mengutus” beberapa negosiator untuk menghadap Nabi Yusuf perihal mimpi sang raja. Nabi yusuf as menyampaikan minta rajamu ketemu denganku. Dan itulah yang terjadi bertemunya beliau dengan sang Raja dengan kedudukan yang sama secara politik. Dan disitu juga sudah ada “take and give” antara raja dan Nabi Yusuf as.

Bukankah itu adalah karena sebuah harga diri. Saya berpendapat, bahwa lebih tepat “kemarahan” ustad-ustad kita adalah bagian dari hisbah atau kontrol “da’wah” kepada SBY dan PD. Pesan yang ingin kita sampaikan adalah, “jangan seperti itulah pola komunikasi anda!”.

Hari kamis DPP “menolak” utusan SBY di gedung DPP (Hadi P, Sudi S dan Hatta Rajasa). Disinilah kita menghormati harga diri partai kita, “bilang sama SBY, kami ingin ketemu langsung”, kalau tidak yah cukup sampai disini. Ini setidaknya yang saya tangkap, pesan harga diri kita. Dan bisa antum bayangkan esoknya Jum’at jam 5 sore, SBY langsung datang menemui para ustad kita di Bandung.

Ikhwah fillah, coba renungkanlah, kita cuma 8 % suara dan 10 % kursi, itu kecil secara kekuatan politik, namun apa yang bisa kita lakukan ikhwah fillah? seorang “SBY” harus DATANG ke PKS. Bukankan itu adalah bukti harga diri kita begitu tinggi. Didalam “siasat perundingan”, pihak yang datang dan yang mendatangi juga bagian dari kemenangan politik. Pesan yang ingin kita bangun adalah jangan samakan PKS dengan yang lain, partai lain mungkin cukup mengirim utusan, dijelaskan kemudian kasih jatah menteri, selesai masalah. PKS tidak seperti itu. Tidak sesederhana itu kita berkoalisi, ini bukan masalah kita dapat apa dan SBY dapat apa dari kita. SBY lah yang “mengalah” ikhwah fillah, karena cuma PKS yang perlu dia datangi dan menjelaskannya langsung atas permintaan kita, tanpa perantara. Sedangkan untuk PAN cukup menurunkan Anas dan akhirnya SB mau menandatanganinya. Walaupun Amin Rais menolak cawapresnya, namun apakah SBY perlu mendatangi Amin Rais? Muhaimin Iskandar juga demikian, senyumannya sudah meperlihatkan kursi menteri yang bakal PKB dapat.

Lantas kenapa kita merasa dilecehkan harga diri partai? Fakta-fakta diatas justru membuktikan bahwa dimata SBY dan PD, kita adalah kekuatan. Itu yang harus kita lihat. Itu baru 8%. Itulah yang terjadi di perjanjian Hudaibiyyah, ada pertemuan sejajar dan dua arah antara Quraisy Makkah dengan Muhammad SAW.

2. Jika kita telah ber’azam
Terus ada sms masuk ke HP saya, “kenapa petinggi PKS datang ke acara deklarasi di Bandung. Kenapa tidak seperti partai lain saja, kirim wakilnya sajalah”.

Ikhwah fillah, tidak ada yang menjadi sorotan dalam acara malam itu, melainkan semua mata menuju PKS. Bahkan salah satu pembawa acara televis mengatakan, seolah-olah gedung ini adalah acaranya PKS. Kenapa ikhwah fillah? Seminggu lalu media menyoroti PKS yang terkesan menyerang SBY dan koalisi, namun malam itu hadir ustad Hilmi (ketua Majlis syura), pak Tifatul dan Anis matta. Itu adalah representasi utuh PKS. Mereka disambut dengan “senyuman” dan tepukan “kehormatan”, karena memang kita layak mendapatkannya.

Apa hikmah untuk SBY dan PD malam itu? “wahai SBY dan PD, anda melihat kami yang garang mengkritisi dasar koalisi kita, namun harga diri kami mengatakan, jika kami sudah mendukung, maka luar dan dalam kami menerima semuanya, semua akan all out memenangkan anda”.

Begitulah Islam mengajarkan, kalau sudah muswawarah, maka berazam dan bertawakkal. Begitu terhormatnya kita secara institusi dihadapan mereka, ini baru koalisi yang berkualitas. Ada beberapa partai yang sekjennya yang datang, bahkan menghadiri juga deklarasi pasangan yang lain. Apakah itu harga sebuah harga diri? Justru dimata SBY dan PD mereka dianggap “tidak punya” komitmen dan harga diri dijual ke semua pasangan.

3. Melatih ketaatan dan ketsiqohan
Jangankan kita, para sahabat yang mulia pernah mengalamai erosi ketsiqohan terhadap kebijakan Rasulullah saw di perjanjian Hudaibiyyah. Umar bin Khattab secara emosi selama tiga hari bahkan dalam riwayat mengkritisi kebijakan Rasul, sampai keluar statmen “bukankah engkau Rasul?”, kenapa harus menghinakan diri kepada mereka???!!! sambil menyodorkan naskah perjanjian Hudaibiyah yang 4 butir. Menurut Umar “tidak” tepat semuanya. Kenapa engkau menerima poin yang mengatakan “jika ada penduduk Makkah yang pindah dan bergabung ke Madinah, maka dia harus dipulangkan ke Makkah kembali, namun jika dari Madinah ke Makkah, maka dia tidak boleh dikembalikan”?

Dengan kedalaman analisa politik Rasulullah SAW, Syaikh Munir Ghadban (dalam bukunya ‘Manhaj Haroki’) menjelaskan, “Apakah dengan poin itu akan ada dari kalangan para sahabat yang telah beriman kepada Rasulullah SAW di Madinah akan memilih kekufuran? dan dia akan bergabung ke Makkah? Mungkinkah itu akan terjadi bagi orang yang telah beriman? Itu tidak akan terjadi. Lantas kenapa engkau marah? Sebaliknya justru poin ini akan mempermalukan Quraisy, karena justru banyak yang ingin kepada keimanan menuju Madinah. Artinya itu akan mencitrakan buruk secara politis, ternyata mereka tidak solid.

Insya Allah kebijakan koalisi ini terbaik menurut hasil ijtihad masyayikh kita. Jangan ragu apa lagi sampai hengkang, na’udzubillah min dzaalik. Jadi ikhwah fillah, mari kita kembali mengedapankan “tsiqoh ilal qiyadah wal qororoot”. Karena bagaimana jika posisi para qiyadah itu kita yang gantikan, kira-kira apa yang akan kita lakukan?.

4. SBY akan mengedepankan “system presidensial”, posisi wapres murni sebagi pembantu dan dalam beberapa hal sesuai komitmennya, wapres hanya akan menjadi ban serep saja. Jika kita menganut prinsip amal yang berkualitas, maka salah satu faktornya adalah “pengaruh amal” kepada orang sebanyak-banyaknya. Karena itu antum pilih mana, wapres tapi menteri dikit, atau menteri banyak tanpa wapres. Tidak ada kepwapres (surat keputusan wapres), yang ada cuma keppres (keputusan presdien) dan juga kepmen (keputusan menteri). Jadi apalah artinya satu wapres kedepan “yang hanya” berfungsi sebagai ban serep. Lebih baik menteri yang banyak, terutama kementerian departemen yang pengaruhnya ke orang banyak, contoh mentan, betapa kebhijakannya dirasakan orang banyak.

Jadi saya berpendapat untuk saat ini lebih baik kita mengambil menteri yang banyak, karena disanalah lebih riil kontribusi kita terhadap rakyat. Koalisi Islam dan nasionalis tidak terjadi di formulasi Capres dan Cawapres, namun terjadi di koalisi cabinet. Jadi kabinet kedepan “Islam-Nasionalis” akan terbentuk: PKS, PAN, PPP dan PKB akan memberikan kadernya untuk menteri.

Wallahu a'lam

Senin, 18 Mei, 2009, 6:31 AM
Balikpapan, gang Depag

----
sumber: pkspiyungan.blogspot.com

Tidak ada komentar: